Alhamdulilah artikel ini telah di
posting oleh AKHWAT.WEB.ID pada 02 April 2008. Dan ingin saya publikasikan
kembali di blog saya, semoga bermanfaat.
Wanita itu adalah perhiasan dunia, betapa dimuliakan
sekali seorang wanita. Didalam surat An-Nisa’ banyak menjelaskan tentang wanita
diantara surat-surat yanglain di dalam Al-Qur’an. Seperti halnya An-Nisa’
atinya wanita-wanita.
Untuk lebih jelanya berikut kemulian-kemulian wanita
di dalam surat An-Nisa’ :
1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
Surah An-Nisa` dibuka dengan ayat:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb
kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang
satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`:
1)
Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajah yang
dijadikan oleh Rasulullah sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat
ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah SWT menciptakan
pasangannya. Qatadah dan Mujahid rahimahumallah mengatakan bahwa yang
dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa.
Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir
Ath-Thabari, 3/565, 566)
2. Dijaganya hak perempuan yatim.
AllahSWTberfirman:
وَإِنْ
خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا
“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku
adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka
nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang
wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu
lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)
3. Cukup menikahi seorang wanita saja bila khawatir tidak dapat berlaku
adil secara lahiriah.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku
adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian
miliki.” (An-Nisa`:
3)
Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara
lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran.
Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah
dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam
Al-Qur`anul Karim dinyatakan:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا
بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ
فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian.
Karena itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada istri yang kalian cintai
sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” (An-Nisa`: 129)
4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ
نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا
مَرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian
nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka
makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik
akibatnya.” (An-Nisa`:
4)
5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ayah-ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan
ayah-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan.” (An-Nisa`:
7)
Sementara di zaman jahiliah, yang mendapatkan warisan
hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap
bagian dari barang yang diwarisi, sebagaimana dalam ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
“Wahai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan
paksa.” (An-Nisa`:
19)
6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para
istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika
menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap
mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai
kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka
engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman dalam hal ini:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ،
وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap
keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian
terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)
7. Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus
berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka
bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)
Dalam hadits
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً
إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang
mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya
maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim
no. 1469)
8. Bila seorang suami bercerai
dengan istrinya, ia tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ
زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا
مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى
بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan
istri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara
mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun
dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan
tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan
yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil
dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 20-21)
Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa`
yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah
membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang
dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah Subhanahu wa
Ta’ala-lah yang memberi taufik.
Wallahu
ta’ala a’lam bish-shawab.
(Sumber: Majalah
Asy Syari’ah, Vol. IV/No. 38/1429H/2008, Kategori: Niswah, hal.
80-85. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=617)
0 komentar:
Posting Komentar